Langkat – Para pengelola kios pupuk di Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat terksesan tak tersentuh hukum. Dengan terang-terangan, mereka nekat menjual Pupuk Ures subsidi di atas harga yang sudah ditentukan pemerintah.
Kebutuhan primer bagi para petani ini, dijual semena-mena oleh para pemilik kios pupuk. Begitupun, hal ini harus tetap terpenuhi, demi capaian hasil panen sesuai dengan yang diharapkan.
Dinamika ini seperti yang terjadi di kios pupuk UD Mulia Tani milik Wagimin. Pupuk Urea subsidi disebut-sebut masih saja dijual melebihi harga eceran tertinggi (HET). Urea subsidi yang semestinya dijual Rp112.500/karung 50 kliogram, malah dijual Rp135.000 – Rp150.000.
“Namanya kebutuhan, mau gak mau ya harus kami beli agar tanaman bisa tumbuh subur. Tapi, ini kan dah jelas bertentangan dengan ketentuan dari pemerintah,” kata petani di sana, Senin (10/3/2025) sembari meminta hak tolaknya.
Sistem Sudah Salah
Hal yang sama juga terjadi di kios UD Usaha Tani. Pupuk subsidi, dijual kepada petani dengan harga melebihi ketentuan. Bahkan, hal ini diakui secara gamblang oleh kerabat penyalur pupuk subsidi ini beberapa waktu lalu.
“Iya kami salah karena jual pupuk di atas HET. Tapi gimana ya, soalnya sistemnya saja pun sudah salah. Jadi, gimana pun dibuat ya tetap salah,” ketus Jul, anak dari pemilik UD Usaha Tani.
Meski mengetahui menjual pupuk subsidi di atas HET dapat dipidana, tapi para pemilik kios tetap menjualnya di luar ketentuan. Parahnya, hal ini dilakoni mereka dalam waktu yang cukup lama.
Apa yang terjadi di Kecamatan Binjai ini, sangat jelas merugikan petani. Pupuk subsidi yang semestinya mudah mereka dapatkan dengan harga sesuai ketentuan, malah jatuh ke tangan para spekulan.
Diinformasikan, pupuk subsidi sendiri terdiri atas pupuk organik dan anorganik (Urea dan NPK). Dimana, HET pupuk organik ditetapkan sebesar Rp800/kilogram. Untuk Pupuk Urea, dibandrol seharga Rp2.250/kilogram dan NPK ditetapkan Rp2.300/kilogram, serta NPK Formula Khusu Rp3.300/kilogram.
Siapa pun yang menjual pupuk subsidi di atas HET, dapat dikenakan sanksi pidana dengan pasal berlapis. Diantaranya seperti Pasal 30 Ayat 2, Pasal 108, dan Pasal 110 Undang-undang Nomor 7 tahun 2014, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 sampai 5 tahun dan denda Rp10 Miliar. (Ahmad)